Friday, January 27, 2012

PERAN INDONESIA DALAM PERANG SALIB MODERN


Indonesia, Anggota Koalisi Salibis Internasional
Terpenting di Asia Tenggara


Bergabung dengan Koalisi Pasukan Salib Internasional

Pemerintah Indonesia, termasuk barisan pelopor yang menyambut seruan perang salib George W. Bush. Begitu Bush mengumumkan kepada masyarakat dunia untuk memilih "bersama kami atau bersama teroris", presiden Megawati langsung tergopoh-gopoh menghadap kepada tuan Bush dan menyatakan komitmennya dalam memerangi terorisme (baca : Islam dan kaum muslimin). Setelah pernyataan tersebut, Indonesia mengambil langkah-langkah serius dalam menjalankan misi perang salib yang diinginkan oleh AS dan sekutu-sekutunya.
Departemen Pertahanan RI melalui situs resminya, Dephan.go.id (Kamis, 04/10/2001) mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia mengeluarkan empat sikap politik resmi berkaitan dengan situasi politik terakhir menyusul serangan teroris ke WTC dan Pentagon. Sikap politik tersebut dirumuskan dalam Sidang Kabinet yang dipimpin Presiden Megawati Sukarnoputri, di Gedung Utama Setneg di Jakarta, Kamis. Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono kepada pers membacakan sikap tersebut, seusai sidang kabinet yang berlangsung lebih dari lima jam itu.
Dua sikap politik pertama dengan jelas menunjukkan Indonesia akan berperan aktif dan bekerja sama dengan koalisi pasukan salibis untuk memerangi Islam dan kaum muslimin. Kedua sikap tersebut adalah :
Pertama, Indonesia tetap memerangi terorisme dan siap bekerja sama dengan masyarakat internasional.
Kedua, Indonesia mendorong dan mendesak PBB untuk mengambil prakarsa bagi dilakukan tindakan kolektif melawan terorisme, termasuk langkah internasional yang terukur dan efektif dalam memerangi terorisme pascaperistiwa 11 September 2001 di New York dan Washington DC.
Keberpihakan pemerintah Indonesia kepada koalisi salibis-zionis-paganis-komunis internasional ini telah menempatkan pemerintah Indonesia sebagai sekutu utama aliansi salibis ini di kawasan Asia Tenggara. Tak heran, Bush memberikan beberapa kado istimewa kepada pemerintahan Indonesia. Dengan sikap ini, pemerintah Indonesia telah menabuh genderan perang salib terhadap kaum muslimin di seluruh dunia, dan kaum muslimin Indonesia pada khususnya. Maka terjadilah beberapa aksi perlawanan segelintir kaum muslimin, dimulai dari Bali, Marriot hingga Kuningan, dan mungkin –wallahu a'lam—akan terus berlanjut dengan aksi-aksi berikutnya.

Aksi Nyata Pasca Bom Bali

Kompas.com (Senin, 28/10/02) melaporkan, 21 Pemimpin Ekonomi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) mengakhiri pertemuan mereka di Los Cabos, Meksiko, Minggu (27/10), dengan menyatakan sikap tegas menghadapi terorisme, setelah hari Sabtu (26/10) mencapai kesepakatan untuk memutus aliran dana pada teroris, memperketat keamanan di bandara, serta melindungi orang dan perdagangan dari serangan-serangan baru.
Sementara itu dalam pertemuan khusus selama 30 menit di Hotel Fiesta Americana, Presiden Bush mengungkapkan kepada Megawati bahwa ia akan mempertimbangkan setiap permintaan berkaitan dengan bantuan AS untuk kontra-terorisme bagi Indonesia, khususnya bagi pihak militer serta penegakan hukum di Indonesia, menyangkut misalnya isu-isu hak asasi manusia (HAM).
Presiden Bush juga sempat mengungkapkan rasa keprihatinannya atas peristiwa peledakan bom di Legian, Bali, seraya meminta Megawati untuk lebih keras lagi menindak kelompok militan yang terkait dengan terorisme global.
Dalam kaitan itulah, Bush menyambut baik dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme oleh Presiden Megawati Soekarnoputri tanggal 18 Oktober 2002, Perpu No 2/2002 tentang Pemberlakuan Perpu No 1/2002 serta instruksi Presiden (Inpres) No 4/2002 yang memberi tugas kepada Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyusun kebijakan konprehensif memerangi terorisme dan Inpres No 5/2002 yang menugasi Kepala Badan Intelijen (BIN) AM Hendropriyono untuk mengoordinasikan unsur-unsur inteiljen. Presiden Bush menekankan pentingnya peranan Indonesia dalam upaya memerangi terorisme.
Sedangkan PM Australia John Howard, yang warganya tercatat sebagai jumlah korban terbanyak dalam insiden di Bali, juga tegas mengungkapkan akan memberikan dana darurat 10 juta dolar, di antaranya untuk pengusutan kasus serangan teror di Bali.
Peran aktif pemerintah Indonesia dalam perang salib modern ini semakin kentara dengan berbagai langkah represhif terhadap kalangan aktivis Islam yang diambil pasca bom Bali. Meski mendapat penentangan dari sejumlah besar lembaga dan LSM, pemerintah Indonesia tidak bergeming. Pemerintah telah memantapkan sikapnya untuk berada dalam barisan pasukan salib internasional ini.
Dalam jumpa pers hari Sabtu, 26/10/02, sebanyak 17 organisasi non-pemerintah menolak keras pemberlakuan Perpu Antiterorisme menyusul peristiwa peledakan bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 M. Perpu dan terorisme hanya dianggap jalan buat pemerintahan Megawati menyelamatkan kekuasaannya, yakni mengalihkan perhatian masyarakat dari problem krisis kesejahteraan kepada persoalan terorisme.
Dalam jumpa pers hari Minggu malam, Ketua Dewan Syariah Pusat PK Dr Salim Segaf Aljufri didampingi Presiden PK Hidayat Nurwahid menilai Perpu No 1/2002 dan Perpu No 2/2001 berpotensi untuk memperparah kerusakan tatanan kehidupan bernegara yang paling asasi, yakni saling mempercayai, saling melayani, dan saling melindungi antara rakyat dan pemerintahnya.
Dalam perkembangannya, Perpu no. 1/2002 kemudian disahkan menjadi UU no. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebagai realisasi dari berbagai peraturan ini, Menkopolkam membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) atau lebih dikenal sebagai "Desk Anti-Teror", beranggotakan 58 orang dengan ketua Irjen (purn) Drs. Ansyaad Mbai.
Langkah-langkah pemerintah RI ini disusul dengan pembentukan beberapa badan lain, seperti Satuan Tugas Anti Teror dan Bom yang dipimpin Inspektur Jenderal Made Mangku Pastika dan Direktorat IV Antiteror dibawah pimpinan Brigjen Pranowo Dahlan. Pada akhir 2003 M, Direktorat IV Antiteror berubah menjadi Detasemen 88.
Dana untuk membangun Detasemen 88 mencapai US $ 160 juta atau sekitar Rp 1,5 trilyun. Seluruhnya berasal dari bantuan Pemerintah AS. Anggota Detasemen 88 angkatan pertama dilatih secara khusus oleh FBI dan SWAT, satuan pemukul kepolisian AS. Detasemen 88 yang dulunya hanya ada di Mabes POLRI, sejak pertengahan 2004 M dikembangkan di tingkat kepolisian daerah (polda). (GATRA, no. 35 Tahun XI, 16 Juli 2005 M).
Dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum ke-58 PBB di New York, 23 September 2003 M, presiden Megawati kembali menegaskan langkah-langkah dan peran serta aktif Indonesia dalam memerangi terorisme.


Indonesia Serius Membantu Pasukan Salib Internasional

Pada tanggal 27 Juli 2004 M, media massa kembali melaporkan penegasan Presiden Megawati Soekarnoputri, bahwa Indonesia serius memerangi terorisme. Pernyataannya itu kali ini dilontarkan di depan para menteri transportasi dari 21 anggota Forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang sedang bersidang di Nusa Dua, Bali, 27-29 Juli 2004. Ke-21 negara anggota APEC itu di antaranya AS, Australia, Kanada, Selandia Baru, Rusia, China, Jepang, Korsel dan negara-negara anggota ASEAN.
" Kami tidak berhenti pada mencari, menangkap dan mengadili tindak kejahatan yang keji tersebut, tetapi juga terus mengusut dan mengungkap akar serta mereka yang menjadi perencana dan pendukung," katanya.
Di tengah segala kekurangan yang dihadapi Indonesia, katanya, dunia menjadi saksi negeri ini dalam memerangi terorisme." Mungkin Indonesia adalah yang pertama atau baru satu-satunya yang dengan konsisten menyelesaikan masalah terorisme ini dan memprosesnya secara hukum hingga kepengadilan," ujarnya.
Keseriusan Indonesai dalam memerangi terori (Islam dan kaum muslimin) bisa disaksikan oleh seluruh umat manusia di dunia. Tanpa pemaparan bukti-bukti sekalipun, siapapun akan memahami bahwa pemerintah Indonesia telah memposisikan dirinya dalam barisan koalisi salibis internasional yang digalang oleh Bush.
Dalam pembahasan bagian ketiga ini, pembaca akan menyimak kajian syariat terhadap status umat Islam yang bergabung dan bekerjasama dengan koalisi salibis-zionis internasional dalam memerangi Islam dan kaum muslimin, lewat apa yang mereka namakan "perang melawan terorisme".


[2]. Membantu Koalisi Anti Teror Bush, Menyebabkan Pelakunya Murtad dan Kafir


Inti Ajaran Islam : Tauhid, Al-Wala' dan Al-Bara'

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :

( أَصْلُ دِيْنِ ْالإِسْلاَمِ ، وَقَاعِدَتُهُ : أَمْرَانِ ؛ اَْلأَوَّلُ : اَلْأَمْرُ بِعِبَادَةِ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَالتَّحْرِيْضُ عَلَى ذَلِكَ ، وَاْلمُوَالاَةُ فِيْهِ ، وَتَكْفِيْرُ مَنْ تَرَكَهُ . الثَّانِي : َاْلإِنْذَارُ عَنِ الشِّرْكِ فِي عِبَادَةِ اللهِ ، وَالتَّغْلِيْظُ فِي ذَلِكَ ، وَالْمعُاَداَةُ فِيْهِ ، وَتَكْفِيْرُ مَنْ فَعَلَهُ ).
" Dasar (fondasi) dan kaedah dien Islam ada dua :
Pertama. Perintah beribadah kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, hasungan atas hal itu, muwalah (loyalitas) dalam hal itu dan mengkafirkan orang yang tidak beribadah kepada Allah semata.
Kedua. Peringatan agar menjauhi syirik dalam beribadah kepada Allah, bersikap keras dalam hal itu, mu'adah (memusuhi) dalam hal itu dan mengkafirkan pelakunya."
Beliau juga mengatakan :

( اِعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ : أَنَّ دِيْنَ اللهِ يَكُونُ عَلَى اْلقَلْبِ بِالْاِعْتِقَادِ ، وَبِالْحُبِّ وَالْبُغْضِ ، وَيَكُونُ عَلَى اللِّسَانِ بِالنُّطْقِ وَتَرْكِ النُّطْقِ بِاْلكُفْرِ ، وَيَكُونُ عَلَى اْلجَوَارِحِ بِفِعْلِ أَرْكَانِ اْلإِسْلاَمِ ، وَتَرْكِ ْالأَفْعَالِ الَّتِي تُكَفِّرُ ، فَإِذَا اخْتَلّ وَاحِدَةُ مِنْ هَذِهِ الثَّلاَثِ ، كَفَرَ وَارْتَدَّ )
" Ketahuilah rahimakallahu bahwasanya dien Allah adalah dengan hati : meyakini, mencintai dan membenci, dengan lisan : mengucapkan (dua kalimat syahadat) dan tidak mengucapkan kekafiran, dan dengan jawarih (anggota badan) : melaksanakan rukun Islam dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kekafiran. Jika salah satu dari ketiga hal ini rusak (hilang), maka ia telah murtad dan kafir."
Dengan ini jelas bahwa tauhid, keimanan dan keislaman seorang hamba hanya akan sah bila dibangun di atas dua dasar :
(i) Mentauhidkan Allah, memberikan wala' (loyalitas ; kecintaan, bantuan, dukungan, solidaritas) kepada orang-orang yang bertauhid dan mengkafirkan orang yang tidak bertauhid.
(ii) Kufur kepada thaghut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah, dan ia ridha diibadahi), memberikan bara' (permusuhan dan kebencian) kepada orang yang berbuat syirik dan kekufuran, serta mengkafirkan mereka.
Jadi, tauhid, keimanan dan keisalaman bukan hanya keyakinan dalam hati atau ucapan dalam lisan semata. Lebih dari itu, harus disertai dengan amalan hati (keyakinan, wala' kepada kaum beriman dan bara' kepada kaum kafir) serta amalan anggota badan.
Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif bin Abdurahman berkata :

( وَقَدْ قَالَ تَعَالَى : { وَالَّذِيْنَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي ْالأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِـْيرٌ }[ الأنفال / 73 ] قَالَ بَعْضُ اْلعُلَمَاءِ اْلفُضَلاَءِ : اَلْفِتْنَةُ فِي ْالأَرْضِ الشِّرْكُ ، وَالْفَسَادُ الْكَبِيْرُ اِخْتِلاَطُ اْلمُسْلِمِ بِاْلكَاِفرِ ، وَاْلمُطِيْعِ بِاْلعَاصِي ، فَعِنْدَ ذَلِكَ يَخْتَلُّ نِظَامُ ْالإِسْلاَمِ وَتَضْمَحِلُّ حَقِيْقَةِ التَّوْحِيْدِ ، وَيَحْصُلُ مِنَ الشَّرِّ مَا اللهُ بِهِ عَلِيْمٌ . فَلاَ يَسْتَقِيْمُ ْالإِسْلاَمُ ، وَيَقُوْمُ قَائِمُ ْالأَمْرِ بِاْلمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنِ ْالمُنْكَرِ ، وَيَرْتَفِعُ عَلَمُ اْلجِهَادِ ، إِلاَّ بِالْحُبِّ فِي اللهِ وَالْبُغْضِ فِيْهِ ، وَمُوَالاَةِ أَوْلِيَائِهِ ، وَمُعَادَاةِ أَعْدَائِهِ ، وَاْلآيَاتُ الدَّالَّةُ عَلَى ذَلِكَ ، أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصَرَ . وَأَمَّا ْالأَحَادِيْثُ ، فَأَشْهَرُ مَنْ أَنْ تُذْكَرَ ،...
" Allah Ta'ala telah berfirman (Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi fitnah (kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. 8, Al-Anfal :73)).
Sebagian ulama yang terhormat mengatakan fitnah (kekacauan) di muka bumi adalah kesyirikan. Sedang kerusakan yang besar adalah bercampur baurnya muslim dengan kafir, ahli ta'at dengan ahli maksiat. Pada saat itulah nidzam (sistem) Islam akan rusak, hakekat tauhid akan redup,dan terjadi kerusakan yang hanya Allah semata yang mengetahui besarnya.
Maka Islam tidak akan lurus, tiang amar makruf nahi munkar tidak akan tegak, dan panji jihad tidak akan meninggi, kecuali dengan mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, berwala' kepada wali-wali-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya. Ayat-ayat yang menunjukkan hal ini begitu banyak untuk dihitung. Adapun hadits-hadits yang menunjukkan hal ini terlalu terkenal untuk disebutkan."
Syaikhul Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :

( وَلَكِنْ تَأَمَّلْ أَرْشَدَكَ اللهُ تَعَالَى قَوْلَهُ ـ أي اِبْنَ اْلقَيِّمِ ـ : وَمَا نَجَا مِنْ شِرْك هَذَا الشِّرْكِ اْلأَكْبَرِ إِلاََّ مَنْ عَادَى اْلمُشْرِكِيْنَ لِلَّهِ إِلَى آخِرِهِ يَتَبَيَّنُ لَكَ أَنَّ ْالإِسْلاَمَ لاَ يَسْتَقِيْمُ إِلاَّ بِمُعَادَاةِ أَهْلِ هَذَا الشِّرْكِ ، فَإِنْ لَمْ يُعَادِهِمْ فَهُوَ مِنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْهُ ، وَاللهُ أَعْلَمُ )
" Namun, perhatikanlah arsyadakallahu perkataan beliau (imam Ibnu Qayyim) : "Tidak ada yang selamat dari syirik akbar ini kecuali orang yang memusuhi karena Allah orang-orang musyrik" sampai akhir perkataan beliau. Maka akan jelas bagi anda bahwa Islam tidak akan lurus (benar) kecuali dengan memusuhi para pelaku kesyirikan. Jika ia tidak memusuhi mereka, maka ia termasuk kelompok mereka sekalipun ia tidak melakukannya (kesyirikan tersebut). Wallahu A'lam."
Syaikh Abdurahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :

( وَأَجْمَعَ اْلعُلَمَاءُ سَلَفاً وَخَلَفاً ؛ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ ، وَاْلأَئِمَّةِ ، وَجَمِيْعِ أَهْلِ السُّنَّةِ : أَنَّ اْلمَرْءَ لاَ يَكُونُ مُسْلِماً إِلاَّ بِالتَّجَرُّدِ مِنَ الشِّرْكِ اْلأَكْبَرِ ، وَاْلبَرَاءَةِ مِنْهُ وَمِمَّنْ فَعَلَهُ، وَبُغْضِهِمْ وَمُعَادَاتِهِمْ بِحَسْبِ الطَّاقَةِ ، وَاْلقُدْرَةِ ، وَإِخْلاَصِ ْالأَعْمَالِ كُلِّهَا ِللهِ )
" Para ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi'in, aimmah dan seluruh ahlu sunah telah berijma' bahwasanya seseorang tidak menjadi seorang muslim, kecuali dengan membebaskan diri dari syirik akbar, berlepas diri dari syirik akbar dan orang yang melakukannya, membenci dan memusuhi mereka sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan, dan mengikhlaskan seluruh amalan untuk Allah Ta'ala."

Translate